Standar kecantikan atau penampilan menarik sering kali dipengaruhi oleh faktor budaya, sejarah, dan perkembangan sosial yang berbeda di setiap negara. Apa yang dianggap “good looking” atau menarik di satu budaya mungkin sangat berbeda dengan budaya lain. Misalnya, di beberapa negara Barat, tubuh ramping dan wajah simetris sering dianggap sebagai standar kecantikan ideal. Namun, di banyak budaya Afrika dan beberapa negara di Asia, tubuh yang lebih berisi atau kulit yang lebih gelap justru dianggap sebagai simbol kecantikan dan kekuatan. Ini menunjukkan bahwa standar kecantikan itu tidak tetap dan sangat bergantung pada pandangan sosial dan budaya di tempat tertentu.
Selain itu, standar kecantikan juga terus berubah seiring waktu. Pada abad ke-18, link slot mania tubuh berisi dengan kulit cerah dan rambut alami panjang menjadi tren di kalangan bangsawan Eropa. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan munculnya berbagai gerakan feminisme dan kesetaraan, banyak masyarakat mulai merayakan keragaman bentuk tubuh dan keindahan alami. Tren kecantikan saat ini semakin mengarah pada penerimaan terhadap keunikan setiap individu, termasuk warna kulit, jenis rambut, bentuk tubuh, dan fitur wajah. Fenomena ini terlihat jelas dengan munculnya kampanye “body positivity” yang menekankan pentingnya mencintai tubuh sendiri tanpa mempedulikan bentuk tubuh yang sesuai dengan standar tertentu.
Perkembangan teknologi juga turut berpengaruh terhadap pandangan tentang kecantikan. Media sosial, misalnya, telah membuka peluang bagi individu untuk menunjukkan berbagai definisi kecantikan yang lebih inklusif dan beragam. Influencer dan selebriti dari berbagai latar belakang kini berbagi pengalaman mereka tentang apa artinya menjadi “good looking” tanpa harus menuruti satu standar kecantikan tertentu. Hal ini memberikan ruang bagi orang untuk merayakan diri mereka dengan segala perbedaan dan keunikan yang mereka miliki, dari wajah dengan fitur berbeda hingga tubuh dengan bentuk yang tak lazim. Di tengah keragaman ini, semakin banyak orang yang mulai menyadari bahwa “good looking” itu relatif—tergantung pada persepsi dan pandangan yang dimiliki oleh setiap individu dan budaya.